Menggugat Pendidikan Indonesia dari sistem hingga kinerja
Posted by Ahmad Khairudin on April 29, 2013 with 2 comments
HIDUP MAHASISWA.... HIDUP PENDIDIKAN INDONESIA...
Saatnya Mahasiswa Angkat Bicara...
Saatnya Mahasiswa Angkat Bicara...
Sebagai suatu kebutuhan mendasar, pendidikan harus
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Suatu sistem pendidikan
dikatakan berhasil tidak cukup hanya berdasar pada angka- angka atau nilai pencapaian
mutu pendidikan tapi dikatakan baik apabila pendidikan telah berjalan dengan
baik dan sebagaimana fungsinya, yaitu memanusiakan manusia. Terkhusus negara
kita “Negara kesatuan Republik Indonesia” yang tersebar luas dengan 33 provinsi
dan 17 ribu pulau.
Berbicara mengenai fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
“
Fungsi pendidikan yang dikemukakan dalam UU
Sisdiknas tersebut sesuai dengan empat misi Negara yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Mengapa para pendiri republik
menetapkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagai salah satu misi
penyelenggaraan negara?
Pernyataan sikap dalam tulisan ini adalah, menitik
beratkan pada evaluasi kinerja kementrian Pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
Apakah dalam menjalankan tugasnya khususnya dalam menjalankan amanah pembukaan
UUD ’45 tentang tujuan nasional Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
dan UU No.20 tahun 2003 ini sudah menjalankan dengan sistem pendidikan dan
kinerja yang baik ?
Masalah Pendidikan : Tidak ada UN
dan Mengejar Proyek Kurikulum = Tolak
Jika melihat realita mengenai carut marutnya sistem
pendidikan di Indonesia mungkin masalah yang di jabarkan tentu akan banyak yang
terungkap, untuk membatasi hal tersebut maka penulis mencoba melihat masalah
kebijakan Ujian Nasional (UN) dari empat sudut pandang. Yakni yang pertama
teknis pelaksanaan, landasan yuridis, psikologis,dan teori evaluasi pendidikan.
Kita wajib mengatakan, tahun 2013 tidak ada UN. Hal
ini yang seharusnya menjadi sorotan yang paling penting, Ujian Nasional dilihat
nasional dari skala yang mana, apakah yang diuji, apakah bentuk soalnya yang
seragam, waktu pelaksanaan yang bersamaan, atau apa?. Jika dilihat dari
pelaksanaan UN tahun 2013, ujian ini tidak bisa di katakan nasional karena,
pelaksanaannya tidak serempak, adanya 11 provinsi yang terlambat menerima paket
ujian nasional hingga menunda pelaksanaannya.
Kemudian masalah yang dilihat secara tataran teknis,
Selain keterlambatan paket soal di 11 Provinsi, adanya ketimpangan anggaran
yang distop di kementrian keuangan antara dana yang diajukan dengan jumlah
peserta UN dilapangan, jumlah yang kontradiktif ini merupakan salah satu dari
indikasi korupsi yang di dapat dari proyek besar bangsa ini.Sedangkan dari
landasan yuridis itu sendiri, beberapa peraturan standar dan Undang- Undang Sisdiknas mengamanatkan bahwa
evaluasai hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik dan bukan oleh
pemerintah maka tugas tersebut merupakan hak mutlak dari seorang guru.
Pemerintah tidak berhak mengevaluasi hasil belajar peserta didik terlebih dalam
menentukan kelulusan. Dan bunyi pasal sistem Pendidikan Nasional yang
menjelaskan tentang fungsi evaluasi pendidikan yang seharusnya diberikan kepada
guru dalam tekstual standar nasional pendidikan ataupun sistem pendidikan
nasional, justru berlawanan dengan sistem yang terjadi dengan UN yang
diselenggarakan sentralistis di tingkat Negara.
Jika dilihat secara psikologis, UN itu akan terasa
sebagai ancaman bagi setiap siswa. Hal ini akan mendorong siswa untuk berlaku
tidak jujur yang lebih parahnya lagi adalah stress dan korban bunuh diri.
Karena dari proses pendidikan yang dilakukan selama 3 tahun lamanya, hanya
ditentukan dan hanya dengan 4 hari.
Dan apabila ditinjau dari Teori kecerdasan ganda,
setiap siswa memiliki kecerdasan masing-masing. Dari 9 tipe kecerdasan yang
dimiliki tiap anak, dalam UN yang sifatnya tertulis hanya dapat menguntungkan
siswa yang berkecerdasan matematis logis saja. Bagaimana dengan murid lain yg
memiliki kecerdasan selain itu, siswa yg memiliki kecerdasan lain tidak akan
terakomodir. Atau dengan kata lain tujuan pembelajaran dengan instrument
evaluasi yang digunakan tidak kohern.
Dari hal-hal yang dipaparkan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa masih banyak hal yang harus dievaluasi dan diperbaiki dari
sistem UN yang kita jalani saat ini. Maka dari hasil kajian tersebut merujukan
sebuah tuntutan penolakan UN untuk digunakan sebagai salah satu standar
kelulusan.
Kurikulum 2013. Proyek baru yang terlalu dipaksakan,
hal ini yang menjadi titik berat mengapa banyak pihak yang menentang kurikulum
2013, selama kita hidup pasti kita membutuhkan sebuah perubahan dan inovasi
pembaharuan namun hal itu juga harusnya bukan dilakukan dengan sebuah paksaan
dan keterburu-buruan, karena ketika kebijakan baru mengenai kurikulum 2013 ini
disosialisasikan belum pernah ada hasil evaluasi mengapa sistem kurikulum KTSP
dirubah menyeluruh. Belum lagi banyak nya masalah yang belum dibenahi
kementrian pendidikan sistem pendidikan di indonesia, kurikulum memang penting
namun ada beberapa komponen terpenting yang lain dalam memperbaiki sistem
pendidikan kita diantaranya adalah, rendahnya kualitas guru, minimnya sarana
dan prasarana serta belum meratanya guru di daerah - daerah terpencil.
Masalah rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan
dijawab dengan pergantian kurikulum baru. Semestinya pemerintah menjawabnya
dengan pelatihan-pelatihan guru yang mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik
kita banyak yang belum mengikuti pelatihan untuk meningkatkan
profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah yang sudah puluhan tahun
belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah fakta yang dapat
dilihat dengan kasat mata, tanpa harus melakukan penelitian.
Kita tentu maklum kurikulum sudah seringkali
berubah, namun ternyata tidak memecahkan masalah. Mengapa kita tak pernah
belajar dari sejarah? Selalu melakukan hal yang sama, dan terperosok dalam
lubang yang sama? Kasihan para peserta didik kita. Mereka hanya menjadi kelinci
percobaan kaum penguasa. Mereka dijadikan “trial
and error” dari sebuah penelitian kebijakan yang berbasis “proyek”. Pantas saja pendidikan menjadi
mahal di negeri ini. Si miskin menjadi sulit mendapatkan pendidikan yang baik.
Dua kebijakan tadi UN dan Kurikulum 2013 adalah
sinyal baik untuk kita, bahwa ternyata kita disadarkan oleh dua kebijakan yang
salah yang membuat bangsa ini kehilangan arah tujuan pembangunan nasional dan
kehilangan karakternya, mari mengkritisi dan meminta pertanggung jawaban atas
setiap kebijakan yang sudah terlanjur dilaksanakan.
Menggugat Pendidikan
Penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia
semula didasarkan pada UU No. 4 tahun 1950 . No. 12 tahun 1954. Kemudian
diganti menjadi UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selanjutnya yang saat ini berlaku adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat
(1) tertulis “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
Apakah dua kebijakan yang menjadi kontroversi
tersebut mampu menjawab setiap tantangan bangsa dan memecahkan permasalahan negeri
kita ?, terlepas dari hal masih ada beberapa hal penting yang menjadi
permasalahan bagsa ini, misalnya Rancanagan Undang – Undang Perguruan Tinggi
(RUU PT) yang membuka kesempatan untuk setiap instansi pendidikan tinggi
menjadikan lembaga pendidikan berbasis bisnis dan Uang kuliah Tunggal (UKT)
yang membuat biaya kuliah mahal dan mengkerdilkan kreativitas mahasiswa karena
harus dituntut lulus cepat dengan biaya yang mahal.
Bismillah, Oleh karena itu saya Mahasiswa UNJ
menyatakan sikap Menuntut kementrian Pendidikan Nasional menyikapi secara bijak
tuntutan yang saya berikan, ada lima tuntutan yang menjadi Fokus Evaluasi
sistem pendidikan Indonesia, yaitu :
11. Menolak Ujian Nasional untuk digunakan sebagi salah
satu standar kelulusan
22. Meminta pemerintah untuk lebih sigap dalam
meningkatkan pemerataan profesionalisme guru dan kualitas sarana prasarana
pendidikan di seluruh pelosok Indonesia
33. Menuntut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk
mundur dari kursi jabatannya
44. Menolak pengesahan Kurikulum 2013 dan Mengevaluasi
Kurikulum KTSP
55. Mencabut kembali UU PT dan UKT
HIDUP MAHASISWA .....
!!!!
HIDUP PENDIDIKAN
INDONESIA.... !!!
AK |@A_Khairudin |
Staff Departemen Pendidikan BEM UNJ 2013
Categories: Aksi Pendidikan, Artikel, catatan Kehidupan, Dokumentasi, Hari Pendidikan, opini, Pendidikan, Pendidikan Indonesia
nihh, lebih 'dalem'... luar biasa!!
BalasHapusMasih belum, saya butuh anak - anak deptdik lebih aktif menulis daripada saya
BalasHapus